study tour anak UGN prody sejarah ke Barus
MAKAM PAPAN TINGGI
Kota Barus terletak di pantai barat pulau Sumatera,
sekitar 60 km disebelah utara kota Sibolga, berada di sebelah selatan
Kecamatan Singkil, Aceh Selatan. Barus dapat dicapai dengan
menggunakan pesawat udara dari Medan ke Sibolga selama 30 menit dan
dilanjutkan dengan perjalanan darat dari Sibolga selama 2 jam lagi menuju
Barus. Atau bisa juga melalui perjalanan darat dengan minibus travel dari kota
Medan, ke Barus selama 9 jam. Sedangkan jarak dari kota padangsidimpuan ke
sibolga 2 jam dan di lanjut kan lagi dari kota sibolga ke barus 2 jam lagi jadi
jarak tempuh dari kota padangsidimpuan ke barus ± 4 jam.
MAKAM PAPAN TINGGI
Jalan menuju Makam Papan Tinggi
Pemakaman tua pertama yang konon
dianggap paling tua berada di sebuah bukit hijau nan terpencil. Makam ini
berlatar belakang panorama kota Barus dan Samudra Indonesia di sisi barat,
berada diatas ketinggian 153 meter diatas permukaan laut. Badan bukit menuju
makam cukup terjal, memiliki kemiringan hingga 45 derajat, cukup sulit untuk didaki.
Bantuan lebih dari seribu anak tangga sepanjang 225 meter tidak mampu
mengurangi rasa lelah peziarah untuk mencapai puncaknya.
Tangga Menuju Makam Papan Tinggi
Masyarakat Barus menyebutnya Makam
Papan Tenggi. Dalam bahasa Indonesia diartikan Makam Papan Tinggi. Dahulu,
bukit ini merupakan daerah pengambilan kayu oleh masyarakat yang akan dijadikan
bilah-bilah papan. Sejak hadirnya sebuah pemakaman, maka tempat ini dinamakan
Makam Papan Tinggi.
Lokasi Makam Papan Tinggi berada di
sebuah bukit yang terletak di sisi timur Jalan Raya Barus – Manduamas. Secara
administratif makam ini berada di dusun Lobu Tua, Kecamatan Barus, Tapanuli Tengah,
Sumatera Utara.
Makam Papan Tinggi merupakan
kompleks pemakaman tua Islam seorang tokoh penyebar agama Islam pertama di
Sumatera Utara. Pada kompleks Makam Papan Tinggi terdapat makam istimewa yang
memiliki panjang 9 meter, dengan nisan setinggi 1,5 meter. Di sekeliling makam
panjang terdapat beberapa makam sederhana dimana nisan makam berupa batu yang
ditegakkan tanpa adanya tanda sama sekali. Makam Papan Tinggi diperkirakan
didirikan ada tahun 1239 M berdasarkan tulisan yang tertera pada pilar di dekat
makam panjang. Kompleks makam dikelilingi pagar dan dinaungi pohon besar.
Dahulu, di depan pagar tertanam guci keramat yang mengaliri air tanpa henti
meski pada musim kemarau. Kini hanya tinggal berupa lubang tanah berbentuk
kotak sedalam 20 sentimeter.
Makam Syekh Mahmud di Makam Papan Tinggi
Sejarahwan kota Barus, Djamaluddin
Batubara mengatakan, tokoh utama yang dimakamkan di Makam Papan Tinggi adalah
Sykeh Mahmud, penyebar agama Islam yang berasal dari Hadramaut, Yaman. Makam
beliau berupa makam panjang, dengan batu nisan putih setinggi 1,5 meter berukir
aksara Persia dan Arab kuno.
Belum diketahui secara pasti tahun
kedatangan Syekh Mahmud ke tanah Barus. Namun melihat corak nisan makam dan
jenis kaligrafi yang tertulis, serta unsur arkeologis lainnya, diperkirakan
Syekh Mahmud telah hadir di Barus sejak abad ke-9 Masehi.
Mengenai kota Barus sendiri,
dahulunya merupakan kota pelabuhan terbesar yang pernah ada di nusantara, jauh
sebelum adanya Bandar Malaka dan Samudera Pasai di tanah rencong. Barus
mengokohkan dirinya sebagai penghasil kapur barus (kamper) yang terkenal hingga
seluruh dunia. Sehingga kota ini dinamakan Barus.
Sejarah mencatat, sejak abad ke-9
kota Barus sudah dikenal sebagai kota dagang. Di masa itu komoditi yang sangat
digandrungi semisal buah pala, cengkeh, lada, kulit manis, merica, kemenyan dan
kayu bulat, diperdagangkan di Barus. Konon bahan-bahan pembalseman para raja
Mesir didatangkan dari Barus.
Barus yang dikenal sebagai kota
perdagangan antarbangsa, sangat dimungkinkan terjadinya kotak budaya dengan
bangsa-bangsa lain di dunia. Berkenaan dengan itu pula, berdatangan rombongan
mubaligh asal tanah Arab ke negeri niuntuk tujuan penyebaran agama Islam yang
dilatarbelakangi perdagangan. Para mubaligh menghabiskan waktunya untuk syiar
Islam di daerah baru. Mereka menopang hidupnya dengan berdagang.
Hadirnya Sykeh Mahmud di tanah Barus
merupakan salah satu tesis tentang keberadaan penyebar Islam sejak agama ini
pertama kali disyiarkan. Arkeolog dan ahli kaligrafi Arab kuno asal Perancis,
Prof. Dr. Ludwig Kuvi menyatakan dengan tegas bahwa bukti arkeologis berupa
pahatan batu nisan makam Syekh Mahmud menunjukkan beliau adalah seorang
pendatang yang telah lama tinggal di Barus. Batu nisan makam Syekh Mahmud bukan
batu biasa yang digunakan oleh penduduk Barus, melainkan sejenis batu yang
didatangkan dari India. Maka, hampir mustahil Syekh Mahmud seorang biasa yang
tidak terlalu dikenal oleh masyarakat Barus. Ukiran batu ayat-ayat Al-Qur’an
dan pesan singkat yang Nampak samar memberi isyarat bahwa beliau seorang
mubaligh besar.
Teori kedatangan Syekh Mahmud di
tanah Barus diperkuat dengan pembuktian yang dilakukan oleh sejarahwan Belanda,
Dr. Ph. S. Van Ronkel. Sejarahwan Belanda ini menyatakan Syekh Mahmud merupakan
penyebar ajaran Islam yang pertama di Tapanuli. Da’wah Syekh Mahmud berhasil
menyentuh tokoh etnis Batak, Raja Guru Marsakkot, yang akhirnya memeluk agama
Islam.
Salah satu ukiran batu pada nisan
makam Syekh Mahmud yang berbunyi: “Fa Kullu Syai’un Halikun Illa Wajhullah”
yang berarti, “Maka segala sesuatunya hancur kecuali Dzat Allah”.
Menurut Djamaluddin Batubara, nilai Islam yang disampaikan Sykeh Mahmud kepada
masyarakat Barus adalah ajaran Tauhid, yakni mengajak masyarakat pesisir
Tapanuli untuk meng-esa-kan Tuhan, Allah SWT.
Mencermati posisi makam Syekh Mahmud
yang berada di atas bukit, diperkirakan bahwa beliau adalah guru bagi
pengikutnya yang dimakamkan di Makam Mahligai. Terdapat 43 makam para ulama
yang berada di kompleks Makam Mahligai. Daintaranya adalah makam Syekh
Rukunuddin, kompleks makam Bukit Hasan, makam Tuanku Ambar, makam Tuan Kepala
Ujung, makam Tuan Sirampak, makam Tuan Tembang, makam Tuanku Kayu Manang, makam
Tuanku Makhdum, makam Syekh Zainal Abidin Ilyas, makam Syekh Ahmad Khatib
Siddiq, dan makam Imam Mua’azhamsyah.
Tidak mudah bersiarah ke Makam Papan
Tinggi. Sebelum menaiki tangga, peziarah disyaratkan untuk bersuci di kaki
bukit yang telah tersedia pancuran air. Kemudian peziarah menaiki seribu anak
tangga yang dibangun permanen. Perlu ketangguhan fisik untuk menaiki anak-anak
tangga yang curam dan menanjak. Namun tangguh secara fisik saja tidak cukup,
diperlukan pula niat ikhlas untuk mengunjungi makam Syekh Mahmud yang berada di
puncak bukit. Sebab bila niatnya tidak tulus, apalagi disertai niat syirik,
maka sulit untuk dapat mencapai puncak bukit Makam Papan Tinggi.
MAKAM MAHLIGAI
Tim arkeologi dari Ecole Francaise
D’extreme-Orient, Perancis yang bekerja sama dengan peneliti dari Pusat
Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua – Barus, memberikan telaah
baru mengenai sejarah Islam datang ke nusantara. Adanya data-data arkeologis
sekitar abad ke-9 sampai 12 Masehi, membuktikan bahwa Barus telah berkembang
menjadi kota perdagangan dengan struktur masyarakat multi etnis yang terdiri
dari masyarakat Batak, Minangkabau, Bengkulu, Jawa bahkan Bugis, termasuk
bangsa asing dari negeri India, Arab, Cina, Tamil dan sebagian kecil Afrika.
Bukti adanya masyarakat multi etnis
ini berupa temuan aneka keramik, guci dan batu mulia yang berkualitas tinggi
yang telah berusisa ratusan tahun. Bukti ini menunjukkan kesejahteraan
masyarakat Barus ketika itu sudah makmur.
Heterogenitas masyarakat kota Barus
bertumpu kepada kehidupan ekonomi yang bersandar kepada perdagangan antar
bangsa. Berbagai kooditi rempah-rempah tersedia di Barus, terutama kapur barus
yang berkualitas tinggi. Letak Barus yang berhadapan dengan lautan luas
memudahkan para pedagang dari berbagai negeri berdatangan. Saat itu pelabuhan
Samudera Pasai belum dikenal perdagangan dunia.
Banyaknya para saudagar asal Arab
yang menetap di Barus menciptakan kemakmuran yang tinggi di daerah ini.
Beberapa diantara mereka pernah menjadi utusan dari Bani Umayyah untuk Kerajaan
Sriwijaya, sehingga diantara kalangan saudagar Arab sendiri diangkat seorang
pemimpin. Sikap terbuka, bersahabat dan kekeluargaan yang ditunjukkan oleh para
penguasa bandar kepada kalangan masyarakat lokal, menjadikan mereka begitu
terpandang, sehingga mampu menjalin hubungan baik dengan para raja, adipati
ataupun pembesar Kerajaan Sriwijaya. Beberapa diantaranya menerima Islam
sebagai keyakinan baru. Bukti kemakmuran masyarakat yang didiami saudagar Arab
berupa situs makam tua bertarikh abad ke-8 Masehi yang menguatkan keberadaan
komunitas Muslim mapan di Barus.
Berdasarkan teori sosiologi,
pengelompokan makam yang dibangun merata dan teratur berdasarkan ukuran
tertentu di daerah tertentu, membuktikan status tokoh-tokoh yang dimakamkan.
Sejarah selalu mencatat, hanya orang-orang besar yang memiliki pemakaman
khusus. Dengan demikian kompleks pemakaman ini membuktikan entitas masyarakat
muslim di tanah Barus yang telah ada ratusan tahun silam.
Kompleks pemakaman tua ini bernama
Makam Mahligai, tidak berapa jauh dari Makam Papan TInggi. Pada kompleks makam
ini, terdapat 43 nsan tua yang berukir aksara Arab kuno dan Persia.
Konon, nama makam ini diambil dari
sebuah istana kecil pada zaman dahulu yang dibangun oleh Tuan Syekh Abdul
Khatib Siddiq. Setelah wafat, Syekh Siddiq dimakamkan di Makam Mahligai. Selain
beliau, sejumlah ulama besar penyebar Islam lainnya dimakamkan disini,
diantaranya Syekh Rukunuddin, Syekh Ushuluddin, Syekh Zainal Abidin Ilyas,
Syekh Ilyas, Syekh Imam Khotib Mu’azzamsyah Biktiba’I, Syekh Syamsuddin, Tuanku
Ambar, Tuan Kepala Ujung, Tuan Sirampak, Tuan Tembang, Tuanku Kayu Manang,
Tuanku Makhdum.
Ukuran makam di kompleks ini
rata-rata panjangnya 7 meter, datar tanpa ornamen khusus kecuali batu nisan di
kedua ujung makam. Nisan makam berbahan batu khusus berwarna coklat terlihat
mulai menghitam akibat terkikis zaman. Batu nisan bertuliskan aksara Arab kuno
bercampur Persia. Sebagian batu nisan memiliki kesamaan corak dengan makam para
Syekh di wilayah Sumatera dan Jawa, yakni memiliki corak India.
Nisan makam Syekh Rukunuddin
bertuliskan aksara Arab yang memiliki arti: “Tuan Syekh Rukunuddin, wafat
malam 13 Syafar, tahun 48 Hijriah (48 H), dalam usia 102 tahun, 2 bulan, 10
hari atau Ha Min Hijratun Nabiy”. Nisan makam Syekh Rujunuddin hanya ada
satu nisan, nisan beliau lainnya disimpan di museum purbakala di kota Medan
sebagai bahan untuk penelitian.
Menurut beberapa keterangan sejarah,
Syekh Rukunuddin melanjutkan misi dakwah Syekh Mahmud yang dimakamkan di Makam
Papan TInggi. Sebagian ahli sejarah lainnya mengatakan bahwa makam yang berada
di Makam Mahligai adalah murid dan pengikut Syekh Mahmud, dimana ajaran Syekh
Mahmud bertumpu pada tauhid, mengesakan Allah. Belum ada perintah melaksanakan
hukum-hukum Islam. Ayat-ayat Al-Qur’an yang dibawakan berupa ayat-ayat
Makiyyah.
Beberapa catatan pemerhati sejarah
perkembangan Islam menyatakan, daerah penyebaran Islam yang dilakukan oleh
Syekh Rukunuddin beserta ulama lainnya dimulai dari dusun Lobu Tua kemudian
bergerak ke wilayah utara, kembali ke selatan hingga di ujung bukit dimana
Makam Mahligai berada. Kemudian perjalanan da’wah dilanjutkan ke arah timur
hingga ke Dusun Patumangan.
Lingkungan Makam Mahligai terbilang
rindang dan sejuk, dinaungi pohon besar dengan hamparan sawah membentang di
sisi makam. Keadaan tanah Makam Mahligai bergelombang dan berbukit-bukit.
Sebelum memasuki kawasan Makam Mahligai, peziarah disarankan bersuci sebagai
penghormatan kepada tokoh-tokoh yang disemayamkan disana.
Sumber Pustaka:
- Masjid dan Makam Bersejarah di Sumatera, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI, 2008
- Claude Guillot, Daniel Perret, Atika Suri Fanani (Translator), Marie-France Dupoizat, Untung Sunaryo, Heddy Surachman, Barus: Seribu Tahun Yang Lalu, KPG, 2008
- Foto-foto koleksi pribadi ku